Selasa, 27 Maret 2012

NILAI BAHASA JEPANG (XI SOSIAL 1, 2, 3 DAN XI ALAM 5)
2011-2012 SEMESTER GENAP

XI S 1 


ABSENKOGNITIF








PSIKOMOTOR

AFEK TIF

UH-1RMUH-2RMUH-3RMNTST-1T-2T-3123
199
50


9300
888788B
297
82


8400
899088B
3539683


88920
899090B
4377977


7200
838788B
587
86


78900
90900B
6759488


84900
889090B
799
88


85920
879088B
887
0


7500
899090B
985
50


7700
899090B
104910099


100900
899090A
1199
94


98900
909090A
120
53


80900
879090B
1366
44


7000
09088B
1478
60


95910
909090A
1596
95


100900
909090A
1691
79


86900
898989B
1797
92


98900
909089A
18579470


87900
869090B
19100
88


8300
888990B
20519894


88900
878888B
21449658


83900
868890B
22479994


100900
909088B
2382
86


9700
909090B
2488
44


96800
859086B
2578
98


83920
889088B
26501000


74850
889090B
2790
91


9400
909090B
2840820


8300
898990B



XI S 2





ABSENKOGNITIFPSIKOMOTORAFEK TIF
UH-1RMUH-2RMUH-3RMNTST-1T-2T-3123
1755322850899089B
2627058850908990B
3988691900898987B
44501000849086B
58283620087870B
6895389900899090B
78547490090900B
876753300909087B
9937556900899090B
10797563900899090B
11997267900909090B
129975869085909190A
139888889090899090A
1410094919090909190A
1584704600869089B
1607549900899090B
1772854700899090B
1860757890089900B
198185789090899090B
20959468900889090B
2175576400898988B
229793719080888990B
23088758590909090B
2469766000858887B
25726570900899090B
260674800898986B
27469458900849088B
288786899085908990B


XI S 3



ABSENKOGNITIFPSIKOMOTORAFEK TIF
UH-1RMUH-2RMUH-3RMNTST-1T-2T-3123
166849685090900B
2809299900909090A
359899700909090B
4091958590909089B
5075860090090B
6091848500088B
78093900909089A
808496800909090B
9996286920848890B
100000000B
11999396900909090A
1236857590088900B
13548197850909087B
1445665800899089B
153607790089900B
1688849100908990B
17757592928585880B
18888589900888888B
194378809080909090B
20910999290909090A
2113778700908988B
2250086900908788B
23348293900888789B
2451867800858787B
257595969290909090B
268885938585899090B
27468184900859087B
2800958500090B


XI A 5



ABSENKOGNITIFPSIKOMOTORAFEK TIF
UH-1RMUH-2RMUH-3RMNTST-1T-2T-3123
19695929085909090B
29593939085909090B
309891909090090B
4918492080858890B
59996909080909090B
69496999080909089B
706895906586090B
808986928590090B
97597979085909090B
109992919080889090B
1109093909090089B
128187889075909089B
13096939085909090B
149398969080909090B
159287879075849087B
1608084907588088B
179994889085909090A
1810096939080909090B
199389979085909090B
209895939085909090B
21989183907090900B
229495909085879090B
239292869090929090B
249987899080909090B
259696989080909090B
269793769085899090B
278887859085899088B
2810097989085879090B
2910095939090909090B
309797969090909090A
31100981009085909090A
3209592858590090B
339595879080909090B
349891939080909090B
35088650750086B





 

Kamis, 08 Maret 2012

Bekas lubang paku tak akan bisa kembali seperti semula, sebagaimana luka di hati... ^^,

oleh Dyah Hamidiyah pada 19 Mei 2010 pukul 1:19 ·

Tiba-tiba saja, terpikir cerita seseorang yang terkenang di hati saya..
Rasanya, setiap kali amarah itu muncul, ingin sekali menyembuhkannya, sepertinya manusia membutuhkan siraman rohani agar dia tak jauh dari TuhanNya..
Saya sangat senang terhadap seseorang yang selalu positif, positif, positif, meredam amarah..
Cukup sulit untuk melakukannya, namun seperti kata pepatah "Mau jadi orang baik atau orang jahat?"

Saya tidak ingin menjadi orang jahat, saya terkenang suatu kisah yang diceritakan seseorang yang sangat berarti di hati saya, kurang lebih ceritanya seperti ini..



Seorang Ayah memberi anaknya sekantung penuh paku,dan menyuruh memaku satu batang paku di pagar pekarangan setiap kali sang anak kehilangan kesabarannya atau berselisih paham dengan orang lain.

Hari pertama sang anak memaku 37 batang paku di pagar. Pada minggu-minggu berikutnya dia belajar untuk menahan diri, dan jumlah paku yang dipakainya berkurang dari hari ke hari. Dia mendapatkan bahwa lebih gampang menahan diri daripada memaku di pagar..

Akhirnya tiba hari ketika dia tidak perlu lagi memaku sebatang paku pun dan dengan gembira disampaikannya hal itu kepada ayahnya.

Ayahnya kemudian menyuruhnya mencabut sebatang paku dari pagar setiap hari bila dia berhasil menahan diri/bersabar.

Hari-hari berlalu dan akhirnya tiba harinya dia bisa menyampaikan kepada ayahnya bahwa semua paku sudah tercabut dari pagar.Sang ayah membawa anaknya ke pagar dan berkata :

Anakku, ini tidak akan kembali seperti semula. Kalau kamu berselisih paham atau bertengkar dengan orang lain, hal itu selalu meninggalkan luka seperti pada pagar.

Kau bisa menusukkan pisau di punggung orang dan mencabutnya kembali, tetapi akan meninggalkan luka..

Tak peduli berapa kali kau meminta maaf/menyesal, lukanya sama perihnya seperti luka fisik..
Kawan-kawan adalah perhiasan yang langka..
Mereka membuatmu tertawa dan memberimu semangat..
Mereka bersedia mendengarkan jika itu kau perlukan, mereka menunjang dan membuka hatimu..

Walaupun dalam perjalanan persahabatan, pernah timbul rasa amarah, semoga persahabatan Anda semua indah, awet hingga di surga.. amin.. Mari menuai kedamaian hati.. ^_^

Pasangan hidup yang tepat itu seharusnya.........

-oleh Husnul Hamidiyah-

Saya terkesan sekali dengan salah seorang sahabat saya seorang wanita cantik lahir dan batinnya..
Dia memperoleh tambatan hatinya yang tepat..
Saya harap ikatan mereka berdua akan awet hingga di surga nanti.. saya ingin berbagi argumen tentang pandangan bagaimana memilih pasangan hidup yg baik...


Hal yg perlu diketahui, pada saat seseorang itu sukses, banyak orang yg mencoba menghampiri, dg kesuksesan yg didapat itu mungkin dapat meraih hati lawan jenis dari kalangan apapun..
Tapi, harus digarisbawahi pula bahwa mencari pasangan hidup yg sejati itu gampang2 sulit..
Carilah pasangan hidup yg tidak hanya mengetahui saat Anda sukses, pasangan hidup harus mengerti bahwa kesuksesan itu bermula dari nol..
From zero to hero..
Agar pasangan hidup Anda akan menerima Anda apa adanya, bahkan di saat terpuruk..
Karena pasangan hidup yg sejati tidak akan pernah meninggalkan Anda saat Anda terjatuh, dialah penguat sendi-sendi kehidupan Anda..


Saat memilih pasangan hidup, ketahuilah bagaimana karakteristik pasangan..
Jika sebelum menikah dia adalah sosok yg sangat dinamis, janganlah membuat dia menjadi statis..
Jika sebelum menikah dia adalah sosok yg sangat royal, janganlah membuat dia menjadi pelit..
Jika sebelum menikah dia adalah sosok yg berwibawa, janganlah menjatuhkan wibawanya di depan orang lain..
Jika sebelum menikah dia adalah sosok yg bebas berpendapat, janganlah menutup mulutnya..

Anda bisa membuatnya untuk menjadi orang sukses, apabila Anda dapat mengarahkan pasangan Anda untuk menjadi yg terbaik..
Laki-laki dan wanita yg baik itu untuk laki-laki dan wanita yg baik pula...


Jika menggenggam pasir, jangan terlalu erat, karena pasir itu akan jatuh..
Pasangan hidup yg tepat itu yg saling mendukung, menguatkan, membesarkan hati pasangan, sehingga dia merasa kehadirannya begitu berarti dan dihargai..


Semoga Anda (telah, sedang, akan) mendapatkan pasangan hidup yg sejati itu.....
Amin =D

Mars and Venus, You better recognize the game.. ^_^

Udah pernah baca buku tentang Mars dan Venus, karya John Gray, Phd??? ^^,

buku itu menarik banget, Mars itu diasosiasikan sebagai pria, Venus diasosiasikan sebagai wanita
ada aturan-aturan yang mesti ditaati untuk ngenali karakter Mars and Venus
pernah beberapa kali saya menulis di status facebook seperti ini:
"Why men try but women cry? why men walk but women talk? why men like football but women like mall???"
sudah pasti beda karakter antara pria dan wanita, jadi kenali satu sama lain perbedaan itu..
Saya ingin sharing dg temen-temeni..

Bener nggak kalian para pria dari Mars, n kalian para wanita dari Venus?? :D

Aturannya sebagai berikut

Venus itu.......
1. Venus selalu mengenakan pakaian sesuai dengan suasana hati mereka. Jika sedang senang, mereka memililh warna cerah, jika sedang sedih, mereka mengenakan pakaian berwarna gelap. Jangan heran jika melihat pasangan Anda berganti pakaian dalam beberapa jam.. hehe.. ^_^ Wanita- wanita Venus menghabiskan banyak waktu untuk memberikan dukungan, menolong, dan saling melayani. Arti hidup mereka ditentukan melalui perasaan dan mutu hubungan mereka. Wanita Venus mengalami kepuasan yang luar biasa dengan berbagi dan berbicara dari hati.. Saya sebagai wanita, sangat sering melakukannya, hahaha.. :D
2. Seorang wanita Venus akan bersikap rasional jika berada di tempat kerjanya, namun ia akan bersikap sangat emosional jika berada di hadapan pasangannya. Yah jelas lah...kamu kan seseorang yang sangat dicintai dan dipercayainya. Dia bisa tampak tegar dan mandiri ketika bekerja dengan orang lain, namun tampak lemah dan tak berdaya ketika berada di samping pasangannya. Bagi yang merasa laki-laki, tolong dipahami hal ini, karena bagaimanapun juga, dia adalah seorang wanita, yang dibesarkan dengan nilai-nilai kewanitaan. (hayo para lelaki.. hehe ^^,)
3. Sejak terlahir ke dunia, Venus belajar mengembangkan intuisinya. Mereka membanggakan diri karena memperhatikan kebutuhan dan perasaan-perasaan orang lain. Kebahagiaan terbesar bagi seorang wanita venus yakni apabila dia berhasil menawarkan bantuan dan pertolongan kepada venus-venus lainnya tanpa diminta. Naluri mereka ialah mereka ingin memperbaiki segala sesuatu. Apabila mereka menaruh perhatian kepada seseorang, dengan leluasa mereka menunjukkan bagaimana melakukannya. Menawarkan nasihat dan kritik yang membangun merupakan wujud kasih sayang mereka.
4.Jika seorang wanita, Venus, merasakan ketegangan, agar merasa lega, ia akan mencari orang yang dipercayainya, kemudian akan berbicara dengan sangat mendetail mengenai masalah-masalahnya hari itu. Setelah berbagi perasaan mengenai kegundahannya, Venus akan merasa lebih nyaman. Dan ketegangannya aka berakhir. (Saya rasa memang lega jika bercerita, daripada shaking my brain untuk memikirkan masalah yang ga gampang diselesaikan.. XD )



Mars itu.......
1. Selalu ngehargai kekuasaan, keterampilan, efisiensi dan prestasi (prestige). Segala sesuatu di Mars sebagai refleksinya, contohnya saja dari pakaian mereka. Polisi, prajurit, penguasa, pengusaha, ilmuwan, petugas kebersihan, penjaga toko, dan koki memakai seragam untuk menunjukkan keterampilan dan jabatan mereka.
2. Mencapai sasaran merupakan pembuktian kemampuan yang mereka miliki. Mars merasakan kepuasan yang luar biasa jika berhasil mengerjakan sesuatu atau menyelesaikan masalah dengan kemampuan mereka. Sebaliknya, pria mars ini akan merasa tersinggung bahkan sangat marah jika ada orang yang membantunya. Bantuan ini merupakan penghinaan tak tertulis yang mengatakan bahwa mereka tidak bisa bekerja.
3. Mars selalu menangani masalahnya sendiri. Jika menemukan jalan buntu dalam suatu permasalahan, barulah Mars akan mencari nasihat atau pertolongan. Dan tentunya kepada mereka yang dianggap lebih ahli darinya. Bagi mereka Mars yang dimintai nasihat atau pertolongannya, mereka mendapatkan kepuasan sendiri karena sudah memberikan bantuan atau petuah. Sifat ini berkembang sangat baik dalam diri pria-pria mars, sehingga seringkali Mars menawarkan solusi terhadap masalah-masalah yang diceritakan oleh wanita venus.
4. Jika mengalami tekanan, jarang sekali Mars membicarakan persoalan dan emosi yang mereka rasakan di hati. Mars tidak pernah membebani teman-temannya dengan masalah-masalah tentangnya, kecuali jika bantuan teman benar-benar diperlukan. Sebagai ganti, Mars berubah menjadi sosok yang sangat sangat pendiam, dan pergi ke ruangan pribadi untuk merenungkan masalah, mencari solusi. Setelah menemukan penyelesaian, mereka merasa jauh lebih nyaman dan mulai keluar dari kesendiriannya.
Jika tak dapat menemukan solusi, Marsa biasanya melakukan sesuatu untuk melupakan masala, terkadang Mars melakukan sesuatu yang lebih menantang, seperti beli netbook, ganti hp baru, ngegame, atau mempelajari sesuatu yang baru atau tantangan yang lebih ekstrim lagi bagi mereka.

Intinya, jika sudah mengerti karakter masing-masing Mars dan Venus, harusnya kita bisa saling memahami satu sama lain... ^_^v
Jika ada masalah, selesakan dengan cara yang indah.. Wahai Mars and Venus!!! v(^_^)v

Rabu, 15 Februari 2012


TEORI PSIKOANALISIS
Oleh: Husnul Hamidiyah

 
                                


I.     Pendahuluan
            Psikoanalisis merupakan salah satu aliran besar dalam sejarah ilmu pengetahuan manusia. Layaknya aliran besar lainnya, marxisme contohnya, psikoanalisis telah merambah berbagai sektor keilmuan seperti sastra, sosiologi, filsafat dan kesenian. Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Sigmund Freud sendiri dilahirkan di Moravia pada tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Bila beberapa pengikut Freud di kemudian hari menyimpang dari ajarannya dan menempuh jalan sendiri-sendiri, mereka juga meninggalkan istilah psikoanalisis dan memilih suatu nama baru untuk menunjukan ajaran mereka. Contoh yang terkenal adalah Carl Gustav Jung dan Alfred Adler, yang menciptakan nama "psikologi analitis" (en: Analitycal psychology) dan "psikologi individual" (en: Individual psychology) bagi ajaran masing-masing. Psikoanalisis memiliki tiga penerapan: 1) suatu metoda penelitian dari pikiran; 2) suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia; dan 3) suatu metoda perlakuan terhadap penyakit psikologis atau emosional. Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (en:conscious), prasadar (en:preconscious), dan tak-sadar (unconscious).

II. Awal dan perkembangan Teori Psikoanalisis
Jacques Lacan merupakan salah satu pembaca Freud yang secara tegas menolak pendapat Freud tentang berkuasanya ego atas id. Lacan merupakan seorang psikoanalis kebangsaan Perancis yang begitu berminat pada ide-ide Freud muda. Freud yang dianggap masih memiliki tenaga untuk mempertahankan kekuatan ketidaksadaran sebagai faktor pendorong kepribadian. Bagi Lacan, kontrol ego atas id adalah sesuatu yang mustahil. Bagaimanapun, ego merupakan sebuah produk jadi dari id yang terbentuk melalui mekanisme kesalahan mengenali (méconaît) diri di hadapan cermin pada sebuah fase yang disebut fase cermin (statu de miroir). Ego adalah ilusi atau pseudo-identitas. Statu de miroir merupakan fase yang pada akhirnya menentukan keseluruhan identifikasi dalam diri manusia. Keseluruhan eksistensi manusia, menurut Lacan, mau atau tidak, dipengaruhi dan dikontrol oleh ketidaksadaran. Itulah jantung pemikiran Lacan.
Teori Freud tentang tahap perkembangan psikoseksual memiliki tiga tahapan polimorfosa pada bayi yaitu oral, anal, dan phallic, inilah kompleksitas pembentuk manusia menjadi mahluk “dewasa” (Boeree, 2008: 420). Akan tetapi Lacan menciptakan kategori berbeda dengan Freud untuk menjelaskan lintasan atau tahapan dari bayi menuju dewasa. Tiga konsep itu yaitu kebutuhan (need), permintaan (demand), dan hasrat (desire) yang berhubungan dengan tiga fase perkembangan atau tiga ranah dimana manusia berkembang, yaitu:
1. Fase Pra-Oedipal
Dalam fase ini, subjek (bayi) sama sekali belum mengenal batasan ego. Ia tak menyadari batasan antara tubuh ibu dengan tubuhnya sendiri. Bayi dan ibu masih merupakan kesatuan sehingga identifikasi belum terjadi pada fase ini. Menurut Lacan bayi yang belum memiliki pemisahan ini hanya memiliki satu kebutuhan yang dapat dipuaskan dan tidak membuat perbedaan antara dirinya dengan objek yang memuaskan kebutuhannya sehingga eksis diwilayah Yang Real.
2. Fase cermin atau tatanan Imajiner
Fase ini merupakan bentuk praverbal yang logikanya bersifat visual. Fase ini terjadi pada bayi berusia 6 bulan dan merupakan fase paling krusial untuk identifikasi perkembangan ego. Misalkan ketika anak tersebut bercermin, dirinya yang ada di cermin tersebut bersifat imajiner, karena yang ada di dalam cermin tersebut hanya merupakan image. Saat itulah si anak mulai belajar untuk menciptakan konstruksi dirinya. Kemudian ketika dewasa dia akan terus membuat identifikasi imajiner dengan objek-objek yang ditemuinya. Menurut Lacan ini merupakan fase normal dalam perkembangan diri.
3. Fase Oedipal atau Tatanan Simbolik
Fase ini terjadi ketika anak harus berpisah dengan ibunya atau harus mengalami kastrasi. Anak tak lagi melihat dirinya satu kesatuan dengan ibunya tetapi memandang ibunya sebagai Liyan. Hubungan ibu dengan anak ini juga diperparah oleh kehadiran ayah, ayah disini bersifat metafora. Anak harus kehilangan objek hasratnya, yaitu ibu karena ia harus menerima kehadiran “ayah simbolik”. Anak harus mengikuti apa yang dikehendaki oleh ibunya, yaitu menyerap bahasa, penanda-penanda. Dengan demikian anak harus menerima mekanisme imaji diri lain yang kerap bersifat represif (super ego) yang fungsinya menerima dan mencerna image diluar diri, berupa representasi dari berbagai versi hukum, aturan, konvensi, adat, tabu dan lain-lain yang diidentifikasikan dengan dirinya sendiri, inilah yang disebut dengan “simbol ayah”.

Relasi Hasrat dan Ego dalam Psikoanalisis Lacanian
Individu menurut Lacan mencampur adukkan antara hasratnya dengan hasrat orang lain. Dengan demikian hasrat untuk memiliki identitas mendorong ego untuk meyakini dirinya sebagai objek, sehingga keyakinan ini membuatnya melihat dirinya sebagai objek dari hasrat orang lain atau menghasrati dirinya dengan hasrat yang sama. Sederhananya menurut Lacan jika mencintai orang lain sesungguhnya adalah tindak mental yang narsistik begitupun sebaliknya.
Dari refleksi inilah mendorong para pengikut neofreudian seperti Rene Girard memperkenalkan konsep hipotesis mimesis. Dua konklusi Girard tentang hasrat dan mimesis. Hasrat sesungguhnya didorong oleh rasa kurang (lack) yang perlu dipenuhi. Seorang menghasrati objek bukan karena kualitas objek itu sendiri melainkan karena orang lain menghasrati objek itu dan mendapatkan keutuhan ontologis. Seseorang menginginkan mobil tetangga bukan karena kualitas mobil itu, bukan juga kecintaan sang tetangga pada mobil itu melainkan mobil itu memberikan sense of identity pada sang tetangga.
Berdasarkan pandangan Lacan ada dua bentuk hasrat yaitu hasrat menjadi. (to  be) dan hasrat memiliki (to have):
 1. Hasrat Menjadi: hasrat yang memanifestasikan dirinya dalam bentuk cinta dan identifikasi. Dalam hal ini hasrat menjadi obyek cinta -kekaguman, idealisasi, pemujaan, penghargaan- Liyan (the others).
2. Hasrat Memiliki: hasrat memiliki (materi, benda, orang, kekuasaan, posisi) sebagai sebuah cara untuk memenuhi kepuasan diri. Hasrat memiliki dalam fondasi masyarakat posmodern (kapitalisme  global) mengubah  keinginan (want)  menjadi kebutuhan (need). Artinya, kebutuhan tersebut diciptakan.
III. Konsep Teori Psikoanalisis
Freud + Saussure = Lacan
Dalam pembahasannya tentang pembagian absolut antara ketaksadaran dan kesadaran (atau antara id dan ego), Sigmund Freud memperkenalkan gagasan tentang diri manusia, atau subjek, sebagai sesuatu yang secara radikal terbagi dan terbelah (split) di antara dua wilayah kesadaran dan ketaksadaran. Bagaimana pun, bagi Freud tindakan, pemikiran, kepercayaan, dan konsep tentang “diri” utuh dideterminasi atau dibentuk oleh ketaksadaran, serta berbagai dorongan hasrat.
Ringkasnya, teori Lacan dimulai dengan ide tentang Yang Real yang merupakan state of nature, dan harus dipecahkan untuk membangun budaya. Berikutnya datang tahapan Cermin, yang membentuk Imajiner. Di sini mengulas ide tentang liyan dan mulai memahami Keliyanan sebagai prinsip atau konsep penstrukturan, dan kemudian mulai memformulasi gagasan tentang “diri”. “Diri” ini (sebagaimana terlihat di cermin) kenyataannya adalah liyan, tetapi Anda salah mengenalinya sebagai Anda, dan menyebutnya “diri”. (Atau, dalam non-teori bahasa, Anda melihat ke cermin dan mengatakan “hei, itulah aku.” Tetapi bukan—itu hanyalah citraan).
Lacan menolak anggapan Freud tentang berkuasanya ego atas Id. Menurutnya, kontrol ego atas Id adalah sesuatu yang mustahil. Selanjutnya, Lacan menjelaskan bahwa ketidaksadaran tidak lebih dari sebuah tatanan simbolik dari tradisi linguistik Saussurian. Menurutnya, ketidaksadaran sepenuhnya adalah sadar akan bahasa, dan secara khusus ia terdiri dari struktur bahasa. Bertolak dari hasrat yang senantiasa bergolak, Lacan memodifikasi teori Saussure.
Saussure mendiskusikan hubungan antara penanda (signifier) dan petanda yang membentuk tanda (signified). Sebuah tanda menjadi tanda dalam dirinya sendiri karena ia semata-mata bukan tanda yang lain. Dengan ini Saussure sesungguhnya menegaskan bahwa petanda selalu mengikuti penanda. Tanpa adanya hubungan keeratan ini maka makna tidak dapat muncul. Lacan mengatakan bahwa ego atau”Aku” (sesuatu yang dirujuk sebagai ‘diri’) hanyalah ilusi. Ia adalah produk dari hasrat itu sendiri. Hasrat merupakan kodrat manusia yang selalu berada dalam kekurangan (lack). Ego terbentuk melalui hasrat untuk memiliki identitas. Bagi Lacan, ego merupakan sesuatu yang imajiner.
IV. Contoh Penerapan                                   
            Berikut ini adalah beberapa contoh penerapan teori psikoanalisis dalam karya sastra Jepang yaitu karya Kenzaburo Oe (Jepang) yang berjudul Man’en Gannen no Futtoboru (Jeritan Lirih). Berlatar di kawasan lembah di Shikoku, Jepang. Novel ini bercerita tentang perubahan budaya yang terjadi di Jepang dan kemerosotan harga diri dalam masyarakat.
Dalam novel Jeritan Lirih, tokoh Takashi (Taka) mengalami dinamika kehidupannya yang tidak lepas dari hasrat dan impian untuk pembuktian diri. Kecemerlangan penggambaran tokoh Takashi ini digambarkan sedemikian rupa sehingga terasa gejolak semangat kehidupan yang tak kenal henti tetapi justru ternodai oleh akhir hidup yang mengenaskan sebagai wujud dari suatu kegagalan dalam meraih ‘misi hidup’. Kepribadian Takashi yang notabene sangat berbeda dengan kakaknya, Mitsusaburo, mengantar dirinya pada pemenuhan keinginannya yang sangat kuat untuk memperoleh pengakuan sebagai orang yang sama persis dengan adik kakek buyut, idolanya. Keinginan atau hasrat seperti itu terlihat sulit untuk dipenuhi.tetapi, meskipun demikian, tokoh tersebut mengisyaratkan akan simbol kekuatan dan kekuasaan.

Hasrat Tokoh Takashi dalam “Jeritan Lirih”
a. Kekaguman Takashi kepada Adik Kakek Buyutnya
Merujuk pada posisi ego menurut Lacan, dalam novel ini, ego Takashi adalah liyan, yaitu sosok adik kakek buyutnya. Kenangannya terhadap tokoh ini sangat intens dan selalu membayangi dirinya. Ia tidak senang dengan hal-hal yang bersimpangan dengan pendapatnya mengenai tokoh tersebut. Kebutuhan (need) Takashi akan keinginannya menjadi seorang pemimpin dalam sebuah pemberontakan sebagaimana halnya yang pernah dilakukan oleh adik kakek buyutnya adalah penggambaran Yang Nyata dari tataran perkembangan kepribadian menurut Lacan. Kepribadian Takashi tidak pernah utuh seperti yang ia idamkan/hasratkan dalam tataran Yang Nyata.
Permintaan (demand) Takashi akan identitas bagi dirinya guna memenuhi kebutuhan (need) tersebut terletak pada tataran Yang Imajiner. Kesadaran sebagai sebuah oknum utuh terbentuk saat bayi melihat dirinya dalam pantulan cermin. Citra cermin dikenali sebagai dirinya yang otonom sekaligus membentuk identitas. Lacan berpendapat bahwa manusia selalu berada dalam kondisi lack/ berkekurangan, dan hanya hasrat yang dapat memenuhi kekurangan (lackness) itu.
Momen kehilangan dan kebutuhan akan identitas memasukkannya pada tataran Yang Simbolik. Lacan mengatakan bahwa tatanan Yang Simbolik atau bahasa selalu menyimpan momen kehilangan atau ketiadaan, yang dibutuhkan hanyalah kata-kata ketika obyek yang diinginkan menghilang. Takashi sebagai subjek dikatakan bukan merupakan sesuatu yang utuh. Hasrat Takashi ingin menjadi seperti adik kakek buyutnya yang seorang pemberontak merupakan identifikasi. Saat subyek Takashi terhubung dengan obyek adik kakek buyut timbul rasa kagumnya maka ia harus merepresi semua hasrat yang tidak sejalan dengan ciri, keinginan-keinginan, karakter, dan  segala kualitas yang dikandung obyek tersebut.
Hasrat Takashi ingin menjadi seperti adik kakek buyutnya yang seorang pemberontak digambarkan sebagai penanda atau keinginan, maka naluri mengarahkannya untuk mencari lahan pemberontakan, sebagai obyek atau petanda, namun dengan tidak adanya petanda lahan pemberontakan seperti yang pernah ada di tahun 1860 ketika adik kakek buyutnya memimpin pemberontakan, maka naluri mengarahkannya untuk menghimpun anak-anak muda dilatih sepak bola, sebagai penanda alih yang tidak mempunyai hubungan penandaan di dalamnya. Tokoh Takashi dalam novel ini digambarkan menempuh cara-cara tertentu untuk memenuhi hasratnya seperti adik kakek buyutnya dalam memimpin pemberontakan di tahun 1860. Ia menghimpun kelompok anak muda. Kemudian menjadikan rumah utama sebagai markasnya. Selanjutnya, ia membuka lahan untuk melatih para pemuda bermain sepak bola. Rangkaian cara-cara yang ditempuh sang tokoh merupakan penanda-penanda yang lain dan mengisyaratkan makna, yaitu: untuk dapat menggerakkan sebuah pemberontakan ia membutuhkan sebuah lahan pemberontakan. Dalam hal ini Takashi melihat bahwa Kaisar dan supermarketnya telah banyak merugikan bisnis orang lembah dan ia ingin ‘memberontak’ dan ingin menjadi pemimpin pemberontakan itu. Memulai pemberontakan tidaklah mudah karena masalahnya tidak seperti persis yang dialami oleh adik kakek buyutnya pada tahun 1860. Ia, Takashi, harus menciptakan ‘masalah’ dengan melihat suasana yang terjadi di kehidupan lembah tersebut. Jawabannya adalah dominasi bisnis Kaisar dengan super marketnya. Untuk itu ia harus menyiapkan bala tentaranya.
Penanda sekumpulan anak muda berlatih sepak bola mengisyaratkan bahwa dalam kesenangan seperti itu mereka akan mudah dipengaruhi. Ketika mereka terpengaruh mereka akan menganggap Takashi sebagai pemimpinnya. Itu akan memudahkan langkah-langkah Takashi untuk melaksanakan pemberontakan dan pemenuhan akan hasrat menjadi-nya akan tercapai.
Hubungan penanda pemberontakan dan petanda lahan pemberontakan dapat dipahami dalam tataran Yang Simbolik, yaitu melalui hubungan paradigmatik dengan konsep metafora. Hubungan paradigmatik dapat dilihat dari penanda pemberontak/pemberontakan dengan petanda-petanda lain seperti berani, gagah, berpengaruh, merusak kemapanan, dan berani mati. Hubungan metaforik muncul karena dengan adanya kekuatan represi suatu penanda diganti dengan penanda baru. Penanda pertama akan berubah menjadi petanda sejauh penanda pengganti menempati kedudukan penanda terganti dan merepresentasikanya. Imajinasi asosiatif yang muncul dari pergantian posisi penanda mendorong subyek menuju posisi dan mengidentifikasi ciri, karakter, status, dan citraan yang terhubung dengan satu atau lebih penanda utama pengganti yang mengonstitusi ego idealnya.
Citraan adik kakek buyut Takashi adalah hasil identifikasi dalam tataran Yang Imajiner yang kemudian mengalami represi. Dalam tataran Yang Simbolik citraan tersebut dialihkan ke petanda aksi penjarahan supermarket Kaisar. Jadi aksi penjarahan supermarket Kaisar merupakan simbol/ metafor dari hasil identifikasi tokoh citraan adik kakek buyut bagi Takashi.
Istilah Kaisar sendiri merupakan metafor yang menyimbolkan penguasa atas penduduk lembah.
“… setelah perang usai, tanah pemukiman Korea dijual kepada orang Korea yang kerja paksa di hutan, tapi tak lama kemudian, salah satu dari mereka mendapatkan monopoli tanah dengan cara membeli semua lahan dari yang lain. Dia kemudian membangun dan membangun, dan akhirnya jadilah Kaisar yang kau lihat sekarang ini.” (Oe, 2004:111)

Sedangkan kata lembah juga mengandung metafor sebagai yang dkuasai karena lembah posisinya di bawah, tidak seperti menjulangnya gunung. Masyarakat lembah dikenal malas, suka mabuk-mabukan, dan suka merampok, maka perekonomian cepat dikuasai oleh orang-orang Korea yang dulunya hanya sebagai pekerja paksa di hutan.
Petanda-petanda lain yang digambarkan dalam novel ini juga bermunculan sebagai penanda berani, gagah, berpengaruh, merusak kemapanan, dan berani mati. Penanda merusak kemapanan ditunjukkan oleh petanda tindakan Takashi dalam menciptakan suasana tidak tentram di masyarakat lembah mengenai ide menghancurkan Kaisar dan bisnisnya yaitu dengan menjual rumah gudang dan melakukan penjarahan supermarket. Di samping itu petanda lain yaitu petanda berani dan gagah dengan meniduri kakak iparnya. Ini artinya ia telah merusak kemapanan kehidupan rumah tangga Mitsusaburo dan Natsumi dalam masalah seks. Mitsusaburo sudah merasa bahwa dirinya dan Natsumi sama-sama memahami kehidupan seksual mereka setelah memperoleh anak yang cacat. Kemudian penanda berani mati dimunculkan lewat petanda tindakan bunuh diri.
Kekaguman Takashi terhadap adik kakek buyutnya (ada dalam Yang real) melahirkan suatu hasrat menjadi yang melahirkan perilaku narsis dalam dirinya. Hal ini terlihat bagaimana Takashi memperlihatkan eksistensi dirinya lewat gaya hidupnya yang menyamai sang idola. Dengan demikian penanda utama pemberontak atau pemberontakan melekat erat dalam ego Takashi yang direpresentasikan melalui petanda-petanda. Petanda-petanda tersebut ada yang dialihkan sehingga menjadi penanda alih yang akhirnya diikuti oleh petanda-petanda lain dalam hubungan paradigmatik (ada dalam tataran Yang Simbolik) dan sintagmatik (ada dalam tataran yang Imajiner) yang terwakili oleh konsep metaforik dan metonimi.
b. Pemenuhan Hasrat Takashi
Dalam novel ini, hasrat Takashi untuk menjadi seperti adik kakek buyutnya mengantarkannya pada sebuah fantasi. Fantasi Takashi itu merupakan apa yang tersisa dari represi tataran Yang Simbolik. Karena letak fantasi itu berada pada tataran Yang Nyata, maka Takashi tidak akan pernah meraihnya.
Fantasi Takashi tersebut merupakan obyek yang berharga yang bernaung dalam tataran Yang Nyata. Takashi telah mengalami proses identifikasi pada penanda utama, yaitu adik kakek buyut dan demi struktur dan interpelasi penanda tersebut serta kenyamanan eksistensial, ia benar-benar berperilaku layaknya seorang pemimpin pemberontakan, atau katakanlah, ia berperilaku sebagaimana seorang pemberontak. Ini berarti Takashi rela mematikan hal-hal yang ada pada dirinya sendiri demi menjaga struktur penanda itu. Tetapi bersamaan dengan itu terjadi represi atau larangan-larangan yang tak sesuai dengan kehendak penanda simbolik. Dalam hal ini larangan-larangan atau represi itu muncul dari sikap bertentangan dari Mitsusaburo dan kekuasaan Kaisar. Meskipun demikian, kenikmatan yang dikorbankan tetap bertahan dan tampil dalam bentuk yang lain. Kenikmatan yang dikorbankan Takashi adalah bagaimana ia telah berusaha mengidentifikasi dirinya dengan sosok adik kakek buyut melalui tindakan-tindakannya. Dalam satu hal, Takashi begitu bersemangat melakukan sesuatu yang mirip adik kakek buyutnya.
“… Tampaknya tindakannya dipengaruhi oleh peristiwa 1860. Hari ini contohnya, dia mulai mengumpulkan anak-anak muda di lembah untuk berlatih sepak bola, hanya karena dia senang dengan cerita tentang adik laki-laki kakek buyut yang membabat hutan sebagai tempat latihan guna menyiapkan para pemuda itu untuk berjuang.” (Oe, 2004:29)

Hal lainnya misalnya, Takashi sangat tersinggung dengan pendapat Natsumi yang meremehkan sejarah keluarga Nedokoro. Kemarahannya disebabkan ucapan Natsumi yang menyebut legenda tua terhadap cerita heroik mengenai adik kakek buyut yang memimpin pemberontakan. Ia begitu mengidolakan adik kakek buyut itu.
“… Bagaimana bisa kau begitu terbawa legenda tua ini, padahal kau kesakitan dan berdarah?” “Ada juga yang bisa dipelajari dari legenda,” ujar Takashi kesal. Itulah pertama kalinya dia menunjukkan sikap pemarahnya pada istriku. (Oe, 2004:81)

Takashi juga sangat tidak setuju dengan pendapat Mitsusaburo yang mengatakan bahwa adik kakek buyutnya melarikan diri ke Kochi meninggalkan anak buahnya dihukum mati. Ia berusaha menjaga struktur idolanya itu dan klimaksnya ialah ketika ia harus merasakan terluka dalam ‘pemberontakan’nya dan menyudahi hidupnya dengan tembakan di kepala.
 Hasrat Takashi memang tidak akan tercapai, tetapi setidaknya ia telah melakukan tindakan-tindakan yang membawanya pada kenikmatan hidupnya karena telah berbuat seperti apa yang telah dilakukan oleh idolanya. Inilah yang disebut pemenuhan hasrat itu sendiri meskipun tampil dalam bentuk yang lain.
Bunuh diri Takashi sebenarnya merupakan pemenuhan dari hasrat itu sendiri. Dengan bunuh diri ia merasa lengkap sebagai seorang pemberontak yang sebenarnya. Itu karena bunuh diri dihadirkan sebagai petanda dari penanda berani mati yang mengikuti penanda pemberontak dalam hubungan paradigmatik. Jadi bunuh diri dalam novel ini muncul sebagai unsur metafor yang menyimbolkan pemenuhan hasrat Takashi, yaitu hasrat menjadi seperti adik kakek buyutnya.
Hasrat untuk memiliki Takashi adalah kelanjutan dari hasrat untuk menjadi. Keinginan Takashi memiliki kekuasaan sebagai seorang pemimpin dengan melakukan penjarahan supermarket Kaisar menunjukkan betapa penting posisi Liyan disamping liyan. Kaisar dan bisnis super market-nya adalah lambang kekuasaan di masyarakat lembah. Hasrat memilikinya mendorongnya untuk menghancurkan simbol kekuasaan itu untuk seterusnya dirinya yang akan menjadi simbol kekuasaan akibat dari keterpenuhannya akan hasrat untuk menjadi. Seperti yang ditegaskan oleh Saussure bahwa petanda selalu mengikuti penanda. Tanpa adanya hubungan keeratan ini maka makna tidak dapat muncul. Dengan kata lain, penjarahan terhadap supermarket merupakan petanda dari penanda kekuasaan.

Daftar Pustaka
Barry, Peter. 2010. Beginning Theory. Yogyakarta: Jalasutra.
Boeree. C. George. 2008. General Psychology. Yogyakarta: Prismasophie.
Freud, Sigmund. (2006). Memperkenalkan Psikoanalisis: Lima ceramah. Terj. K. Bertens. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Oe, Kenzaburo. 1995. Jeritan Lirih (The Silent Cry (万延元年のフットボール, Man'en gan'nen no futtobōru) diterjemahkan oleh Utti Setiawati. Yogyakarta: Jalasutra
Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004.

Jumat, 18 November 2011

Tidak semua kebaikan itu akan dibalas dengan kebaikan, tapi kita harus tegar untuk berbuat kebaikan di jalan kebenaran..
(Dydy #galau)

Kamis, 17 November 2011

Teorisasi Penelitian Kualitatif


TEORISASI DALAM PENELITIAN  KUALITATIF

Oleh: Husnul Hamidiyah

I. Sistimatika Teori
                         
            Melihat kompleknya fenomena sosial, maka ilmu sosial berkembang begitu kompleks dan rumit, namun apabila disusun strukturnya, maka dalam ilmu-ilmu sosial selain paradigma dikenal pula struktur ilmu sosial, seperi rumpun teori yang dapat dikelompokkan ke dalam grand theory, middle theory, dan application theory. Dari struktur ini kemudian menghasilkan konseptualisasi dan metodologi. Grand theory umumnya adalah teori-teori makro yang mendasari berbagai teori di bawahnya. Contohnya, teori-teori struktural fungsional dan teori konflik selalu disebut sebagai grand theory dalam ilmu-ilmu sosial.
            Kunci utama memilih teori dalam penelitian adalah selain memahami konteks formal dan material sebuah teori, juga dituntut memahami teori berdasarkan konteks sejarah maupun konteks sosial dimana teori itu dilahirkan. Sehingga bila teori itu digunakan, peneliti akan memahami struktur masing-masing teori itu bahkan mampu menyusun suatu skema perkembangan teori dari masa lalu sampai pada konteks di mana seseorang melakukan penelitian.
            Penelitian ilmu sosial dan pendidikan dapat dilakukan dapat dilakukan dengan menggunakan dua model paradigma penelitian, yaitu pendekatan penelitian kuantitatif (positivistik) dengan pola pikir deduktif dan pendekatan kualitatif (naturalistik) dengan pola fikir induktif. Pendekatan kualitatif (naturalistik) merupakan pendekatan penelitian yang memerlukan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh berhubungan dengan obyek yang diteliti bagi menjawab permasalahan untuk mendapat data-data kemudian dianalisis dan mendapat kesimpulan penelitian dalam situasi dan kondisi tertentu. Berikut ini adalah model paradigma pendekatan kualitatif menurut Iskandar (2010: 21).

Tabel 1 Model Paradigma Pendekatan Kualitatif
Dipandang dari
Karakteristik
Asumsi-asumsi
1.    Realitas adalah subjektif dan tidak bebas nilai/ bias.
2.    Menguasai fenomena-fenomena secara mendalam.
3.    Variabel penelitian kompleks, memiliki hubungan dengan fenomena, dan sulit diukur dengan statistical.
4.    Peneliti berinteraksi dengan subjek yang diteliti.
Pendekatan Penelitian
5.    Proses induktif
6.    Berakhir dengan hipotesis atau teori grounded.
7.    Proses kerja bersifat simultan atau kontinyu.
Peran Peneliti dalam Penelitian
8.    Peneliti menjadi bagian dari subjek penelitian.
9.    Pemahaman dan penjelasan secara empati
            Dalam proses pengumpulan bukti, peneliti yang menggunakan pendekatan kualitatif sebenarnya senantiasa membuat deskripsi cerita, yang dapat memberikan gambaran tentang sebab dan akibat, tentang hubungan antara persoalan dalam fenomena-fenomena yang mereka teliti, tentang tema dan kategori alur cerita yang diungkapkan oleh subjek yang diteliti.
            Seorang peneliti yang menggunakan pendekatan kualitatif merupakan seorang interpretive yang membuat penilaian serta memberi makna kepada apa yang dialami atau berlaku dalam fenomena-fenomena yang diteliti, melakukan proses analisis induktif dengan membuat generalisasi secara analitik tentang fenomena-fenomena yang berhubungan dengan penelitian tersebut.
           

II. Ragam Teori dan Teorisasi dalam Penelitian
            Teori-teori sosial bergerak pada empat tingkatan realitas (baik yang bersifat makro maupun mikro) hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Bungin (2010:33-41), yaitu:
  1. Realitas tingkat makroobjektif
Menunjuk pada pola-pola struktural umum yang kasat mata dan berada terpisah dari diri manusia (seperti masyarakat, birokrasi, hukum, arsitektur, dan lain-lain).
Kajian ini terkait dengan teori yang berada dalam strategi teoretis fakta sosial seperti teori Karl Marx tentang determinasi ekonomi (teori infrastruktur dan suprastuktur).
  1. Realitas tingkat makrosubjektif
Menunjuk pada pola-pola struktural umum yang tidak kasat mata dalam pengetahuan manusia (seperti kultur, norma, dan nilai-nilai).
Kajian ini terkait dengan strategi teoretis idealis, yakni berusaha menjelaskan ciri dasar kehidupan sosial dengan merujuk pada daya kreatif pikiran manusia. Manusia menciptakan rangkaian gagasan umum dalam mengarahkan pola tingkah lakunya. Teori yang mendukung adalah teori yang diungkapkan oleh antropolog Shery Ortner tentang peranan jenis kelamin dalam berbagai kebudayaan manusia.
  1. Realitas tingkat mikroobjektif
Menunjuk pada fakta-fakta berupa tingkah laku, aksi, dan interaksi sosial.
Kajian ini terkait dengan strategi teori aksi sosial. Teori aksi dari Talcott Parsons adalah teori pendukung realitas tingkat mikroobjektif ini. Seorang individu dikatakan memiliki kemampuan untuk memilih berbagai alternatif tindakan secara aktif, kreatif, dan evaluatif yang memungkinkan tercapainya tujuan khas yang diingnkan. Manusia secara subjektif dapat memberikan makna terhadap realitas objektif yang dihadapi. Karena itu tingkah laku manusia Parsons menyebut tingkah laku manusia lebih kepada action daripada behavior.
  1. Realitas tingkat mikrosubjektif
Menunjuk pada berbagai konstruksi sosial tentang kenyataan. Strategi teori yang kompatibel untuk hal ini adalah strategi teori interaksionis-simbolik seperti diajukan G.H. Mead dan C.H. Cooley maupun para penganut interaksionis modern seperti Goffman dan Blumer.  Teori interaksi simbolik menekankan pada kemampuan individu untuk berinteraksi dan menggunakan symbol-simbol, serta memaksakan definisi-definisi realitas subjektif mereka sendiri terhadap situasi sosial yang mereka hadapi.
Cara untuk merekam makna-makna simbolik itu salah satunya adalah lewat apa yang dianjurkan Randall Collins dalam Bungin (2010: 42), yakni mengamati kehidupan sehari-hari yang dianggap penting dengan alasan.
1.      Kehidupan sehari-hari sangat riil.
2.      Makna yang ingin dinyatakan orang atas tindakannya.
3.      How is society possible. Kemungkinan bagi subjek-aktor untuk mempertahankan hubungan sosial dan kelompok/
4.      Tingkah laku sosial itu menyatu dengan kehidupan manusia.

III. Aliran Teori yang Mendasari Teorisasi dalam Penelitian
            Ada empat aliran teori dalam ilmu sosial yang lazim diasosiasikan dengan pendekatan penelitian kualitatif (Bungin, 2008: 7-12), yaitu teori tentang:
  1. Budaya
a.       Budaya sebagai suatu sistem atau organisasi makna.
b.      Budaya sebagai sistem adaptasi kelompok masyarakat terhadap lingkungannya.
  1. Fenomenologi: apa yang tampak di permukaan dan pola perilaku manusia sehari-hari.
  2. Etnomenologi: ungkapan sehari-hari, isi percakapan sehari-hari dalam masyarakat bisa dijadikan sebagai indikasi bagaimana kerangka berpikir beserts asumsi-asumsi mereka di dalam memahami, menafsirkan, dan menyikapi berbagai hal yang dihadapi.
  3. Interaksionalisme simbolik: teori ini memiliki tiga premis utama, yaitu:
a.       Manusia bertindak terhadap sesuatu (benda, orang, atau ide) atas dasar makna yang diberikan kepada sesuatu itu.
b.      Makna tentang sesuatu yang diperoleh, dibentuk, termasuk direvisi melalui proses interaksi dalam kehidupan sehari-hari.
c.       Pemaknaan terhadap sesuatu dalam bertindak atau berinteraksi tidaklah berlangsung mekanisme, melainkan melibatkan proses interpretasi.
Manusia bukan sebagai robot yang secara otomatis berperilaku sebagaimana tuntutan struktur sosial. Itu dikarenakan adanya proses interpretasi (pada diri manusia) mengenai berbagai hal pada saat ia hendak bertindak pada suatu situasi. Oleh sebab itu analisis makna yang berlangsung di tingkat interaksi menjadi suatu keperluan untuk bisa memahami mengapa para pelaku berpola tindakan tertentu.
Itu menghajatkan proses observasi dan pelacakan secara intensif, yang hanya mungkin melalui pendekatan penelitian kualitatif.
            Label tentang jenis penelitian kualitatif di antaranya adalah Etnografi, Studi Kasus, Penelitian Teori Grounded, dan Life History. Masing-masing jenis memiliki karakteristik tersendiri, baik dalam fokus dan tujuan penelitian maupun dalam strategi penelitiannya itu sendiri. Dalam merancang suatu penelitian kualitatif tentunya perlu dipertegas perspektif teoretis yang dijadikan acuan serta jenis kualitatif yang hendak digunakan. Berikut ini adalah peta teori terkait penelitian kualitatif.

Tabel 2 Peta Teori[1]
BIDANG DAN TOKOH
TEORI
MAKRO
TEMA ANALISIS
Budaya
     Comte
     Sorokin
     Ogburn
     H. Maine

Sosial
     E. Durkheim
     F. Tonnies
     Parsons





Politik
     Max Weber

Teologis-metafisis vs. positif
Mentalitas ideasional vs. indrawi
Kebudayaan Materi vs. nonmateri
Status vs. kontrak


Solidaritas mekanik vs. organis
Gemeinschaft vs. Gessellschaft
Afektif vs. Netral Afeksi
Orientasi diri vs. Kolektif
Partikularisme vs. Universalisme
Askripsi vs. Prestasi
Spesifitas vs. Difusitas


Karismatik
Tradisional
Rasional
Ekonomi
     Karl Marx

Infrastruktur dan Suprastrukur


RECOMMENDED LITERATURE
v  Bungin, Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
v  Bungin, Burhan. 2008. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.
v  Iskandar. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Jakarta: GP Press.




[1] Bernard L. Tanja dalam makalahnya yang berjudul “Ragam Teori dan Teorisasi dalam Rangka Penelitian”.
Materi pelatihan Metodologi Penelitian Sosial yang dilaksanak oleh The BuBu Center, di Surabaya, Hotel Tunjungan, tanggal 12-14 April 2006.